.Berita KebudayaanBerita PendidikanMerdeka Belajar

Mengubah Paradigma: Skripsi Bukan Lagi Satu-satunya Cara untuk Lulus

Surabaya – Pendidikan tinggi di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu perubahan besar tersebut adalah pandangan baru Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, mengenai skripsi sebagai persyaratan utama untuk lulus dari perguruan tinggi.

Nadiem Makarim adalah seorang wirausahawan sukses yang kemudian menjadi menteri pendidikan telah mengejutkan banyak pihak dengan inovasi-inovasi program yang mengguncang dunia pendidikan Indonesia. Salah satunya dengan menghapus kewajiban skripsi sebagai syarat kelulusan mahasiswa S1 dan D4 perguruan tinggi dalam negeri. Hal itu tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 35 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang baru saja dikeluarkan dikeluarkan pada Selasa (29/8/2023).

Menurut Menteri Nadiem, skripsi bukanlah satu-satunya jalan untuk menilai kesuksesan seseorang dalam pendidikan tinggi. Ia berpendapat bahwa penilaian seorang mahasiswa seharusnya tidak hanya berdasarkan pada penyelesaian tugas akhir, tetapi juga pada sejauh mana mereka telah mengembangkan keterampilan, pemahaman, dan penerapan ilmu pengetahuan dalam konteks dunia nyata.

“Dalam dunia nyata, keberhasilan seseorang tidak hanya diukur dari selembar kertas skripsi. Dunia luar menghargai kemampuan untuk berpikir kritis, beradaptasi, dan berinovasi. Mahasiswa harus mampu mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam situasi nyata,” kata Menteri Nadiem Selasa (29/8/2023) dalam acara Merdeka Belajar bertajuk “Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi”

Seiring dengan pandangan baru ini, Menteri Nadiem telah memerintahkan universitas-universitas di seluruh Indonesia untuk mengkaji kembali metode penilaian mereka. Dia mendorong perguruan tinggi untuk lebih menekankan pada pengembangan keterampilan praktis yang relevan dengan dunia kerja.

Namun, pernyataan kontroversial ini juga menuai kritik dari beberapa kalangan. Beberapa pihak berpendapat bahwa skripsi adalah bagian integral dari proses pendidikan tinggi yang tidak boleh dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa skripsi adalah bukti konkret kemampuan mahasiswa untuk melakukan penelitian, menganalisis masalah, dan menyusun argumen secara sistematis.

Menteri Nadiem mengakui pentingnya skripsi, tetapi dia tetap berpegang pada pandangannya bahwa penilaian keseluruhan mahasiswa tidak boleh hanya didasarkan pada dokumen tertulis ini. Dia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang memberi ruang bagi eksplorasi, pengembangan diri, dan pemahaman yang lebih mendalam tentang materi kuliah.

Pada akhirnya, pernyataan Menteri Nadiem ini masih dalam tahap diskusi dan pengkajian lebih lanjut. Perdebatan mengenai perubahan paradigma pendidikan di Indonesia terus berlanjut, sementara pemerintah berusaha mencari solusi terbaik untuk mempersiapkan mahasiswa Indonesia menjadi tenaga kerja yang kompeten dan siap bersaing di tingkat global.

Tentu saja, langkah ini akan memiliki dampak yang luas pada dunia pendidikan di Indonesia, dan akan menjadi perhatian utama bagi semua pihak yang terlibat dalam sistem pendidikan tinggi negara ini. Terlepas dari hasil akhirnya, pernyataan Menteri Nadiem telah memicu perdebatan penting tentang masa depan pendidikan Indonesia yang patut diikuti dengan cermat oleh semua pihak yang peduli terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan sumber daya manusia di negara ini.