Pesan Kepahlawanan dan Pemimpin Peduli: Pameran Foto-foto Sultan HB IX
Peringatan Hari Pahlawan pada tanggal 10 November 1961 menghadirkan sebuah pidato yang legendaris dari Bung Karno di Jakarta. Pidato tersebut mengandung pesan yang tak lekang oleh waktu: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.”
Namun, jauh sebelum kata-kata hebat itu diucapkan, sebuah tindakan nyata penghormatan terhadap para pahlawan sudah terwujud di Kota Yogyakarta. Di tepi Kali Code, Kotabaru, berdiri sebuah monumen bersejarah yang bernama Masjid Syuhada. Nama masjid ini tak hanya mencerminkan fungsi sebagai tempat ibadah umat Islam, tetapi juga sebagai lambang keberanian dan pengorbanan para pejuang Indonesia.
Masjid Syuhada, yang dikenal sebagai Masjid Pahlawan, dibangun untuk mengenang peristiwa dramatis yang terjadi dalam “Penyerbuan Kotabaru” pada tanggal 7 Oktober 1945. Di antara para pahlawan yang gugur dalam pertempuran melawan tentara Jepang adalah I Dewa Nyoman Oka, seorang polisi muda yang berasal dari Bali. Sementara itu, Boentardjo Amaroen Kartowinoto adalah salah satu pejuang yang berhasil selamat dari pertempuran ini, meskipun takdir tragis menimpanya dalam peristiwa tahun 1965.
Boentardjo Amaroen Kartowinoto, kakek dari Rangga Purbaya, seorang perupa foto dan pelopor dari Ruang Mes 56. Pada malam Rabu, tanggal 6 September 2023, Rangga membawa saya ke Tirtodipuran Link Building B, alamat pameran “Loka Padha: Karya Fotografi dari Arsip Sultan Hamengku Buwono IX.” Pameran ini berlangsung mulai tanggal 18 Agustus hingga 11 September 2023.
Pameran ini menampilkan karya-karya fotografi dari arsip Sultan Hamengku Buwono IX, seorang pemimpin yang bijaksana dan visioner. Salah satu sorotan yang menarik adalah serangkaian foto yang mengabadikan pembangunan Masjid Syuhada dengan detail yang luar biasa. Dengan kamera Hasselblad, Sultan Hamengku Buwono IX secara cermat mendokumentasikan setiap tahap pembangunan masjid tersebut, dari fondasi batu hingga menjadi bangunan suci yang megah pada era 1950-an.
Meskipun kurator dan penyelenggara pameran belum berhasil mengungkap riwayat lengkap tentang minat fotografi Sultan Hamengku Buwono IX, ke-16 foto dokumentasi pembangunan Masjid Syuhada menjadi bukti sejarah akan kemampuan artistik sang raja dalam menggunakan peralatan modern pada masanya.
Selain itu, pameran ini juga menampilkan sepuluh foto langka yang merekam letusan Gunung Merapi pada tahun 1969. Foto-foto ini diambil dengan kamera Contax milik Sultan Hamengku Buwono IX, yang memungkinkan sang raja untuk mendokumentasikan pergerakan dan dampak letusan Gunung Merapi dengan mendalam.
Ketika melihat kembali foto-foto ini, kita dapat merasakan bahwa Sultan Hamengku Buwono IX bukanlah pemimpin yang hanya duduk diam ketika bencana melanda. Dia berani mendekati Gunung Merapi yang berbahaya untuk melihat dan merekam kerusakan yang diakibatkan oleh awan panas dan lahar panas. Foto-foto ini adalah bukti bahwa sang raja adalah seorang pemimpin yang peduli dan tanggap terhadap nasib rakyatnya.
Dengan kata lain, karya-karya fotografi Sultan Hamengku Buwono IX dalam pameran “Loka Padha” adalah bukti bahwa fotografi bukan hanya alat untuk merekam sejarah, tetapi juga untuk menghubungkan kita dengan masa lalu. Sepuluh foto letusan Gunung Merapi ini juga menjadi salah satu sorotan dalam Jogja Fotografis Festival I-2023, mengingatkan kita akan kekuatan dokumentasi visual dalam menyampaikan pesan sejarah.