Tantangan Pembiayaan Pendidikan Tinggi: Gotong Royong dan Panggilan untuk Kolaborasi
Sekitar 9,8 juta mahasiswa terdaftar dalam pangkalan data pendidikan tinggi saat ini, mencerminkan komitmen masyarakat dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Data menunjukkan bahwa dari jumlah tersebut, sekitar satu juta mahasiswa menerima bantuan beasiswa KIPK. Plt Direktur Jenderal Perguruan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud-Ristek, Nizam, menyampaikan bahwa sumber daya anggaran untuk pendidikan tinggi masih terbatas, hanya mampu menutupi 28% biaya operasional PTN dengan 3,5 juta mahasiswa, mencapai standar minimum.
Nizam menegaskan bahwa pembiayaan pendidikan tinggi saat ini dilakukan dengan semangat gotong royong, terdifferensiasi dari pendidikan dasar dan menengah yang bersifat wajib belajar. Meski demikian, keterbatasan anggaran menjadi tantangan nyata yang dihadapi pemerintah, memaksa perguruan tinggi dan mahasiswa untuk berkolaborasi dalam upaya pembiayaan.
Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin, menyoroti tingginya Angka Partisipasi Kasar (APK) di beberapa negara, seperti Kolombia yang mencapai hampir 50%, sementara Indonesia masih terbilang rendah. Totok menekankan bahwa faktor ekonomi menjadi kunci kelanjutan studi, terutama di kalangan keluarga miskin dan rentan miskin.
Dalam upaya meningkatkan APK, Totok mendorong perluasan skema beasiswa, seperti Bidikmisi, dengan melibatkan filantropi, dunia usaha swasta, dan alumni. Menurutnya, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk membuka kesempatan studi yang lebih luas bagi anak-anak dari keluarga miskin. Totok menekankan perlunya seleksi beasiswa yang lebih holistik, tidak hanya berbasis prestasi akademik, tetapi juga mempertimbangkan bakat dan potensi lain yang dapat mendukung kesuksesan mahasiswa di perguruan tinggi.