Nyadran di Boyolali, Momen Kebersamaan dalam Rangkaian Ritual Spiritual
Setiap tahun, tradisi Nyadran atau Sadranan menjadi momen yang sangat berarti bagi masyarakat Boyolali dan Jawa umumnya. Ritual sosial spiritual ini, yang sudah eksis selama ratusan tahun, memperkuat silaturahmi antar keluarga dan hubungan kekerabatan. Perayaan Nyadran menjadi katalis untuk mempererat tali persaudaraan di tengah masyarakat.
Pergelaran ritual Nyadran berlangsung dua kali setahun, pada bulan Ruwah dan Sapar dalam penanggalan Jawa. Kegiatan ini mencakup pembersihan makam leluhur, tabur bunga (nyekar), dan puncaknya adalah kenduri selamatan dan doa di makam leluhur. Tradisi ini memiliki nilai-nilai sosial dan budaya, seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, serta menjalin silaturahmi dan berbagi antarwarga.
Masyarakat Tionghoa juga memiliki tradisi serupa yang dikenal sebagai “Qing Ming” atau “Ceng Beng.” Pada awal April, mereka melakukan ritual yang serupa untuk menghormati leluhur. Tradisi Nyadran juga terus berkembang, seperti yang terlihat di MaxOne Hotel Loji Kridanggo, yang berada di pusat kota Boyolali.
Aloys Sutarto, pengusaha dan pendiri Maxone Hotel Loji Kridanggo, menjelaskan komitmennya dalam mendukung dan mempertahankan kearifan lokal, termasuk adat, seni, dan budaya. Hotel ini bahkan menjadi tuan rumah untuk tradisi Nyadran, menunjukkan peran aktifnya dalam melestarikan budaya lokal.
Rangkaian acara Nyadran di MaxOne Hotel Loji Kridanggo melibatkan kirab tenong, tumpeng, kenduri selamatan, dan doa bersama. Meskipun diselenggarakan secara sederhana, acara ini menciptakan suasana khidmat dan mengundang peserta untuk merenung kembali ke masa lalu.
Bayu Santoso, peserta asal Tangerang Selatan, mengungkapkan kesan positifnya terhadap Nyadran di hotel tersebut. “Meski diadakan secara sederhana, rangkaian acara Nyadran cukup khidmat, menarik, dan menyentuh perasaan, membawa peserta seakan terlempar kembali ke nostalgia masa lalu,” ujarnya.
Tradisi Nyadran bukan hanya sekadar ziarah ke makam leluhur; lebih dari itu, ia mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan kearifan lokal yang dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Boyolali. Ritual ini juga menjadi momentum berharga menjelang bulan suci Ramadan, menandai kesejukan budaya dalam menyambut momen sakral tersebut.