Kemendikbudristek Gagas Gerakan Merdeka Belajar Bersama Komunitas Mitra Binaan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memulai langkah besar untuk mendorong Gerakan Merdeka Belajar menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat. Dalam upaya ini, mereka menggelar sesi pembekalan bersama 30 anggota komunitas mitra binaan di Jakarta pada Jumat (1/3).
Pembekalan ini diawali dengan dialog yang melibatkan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, sebagai narasumber utama. Salah satu sorotan dalam dialog datang dari Budi Utomo, anggota Komunitas Kami Pengajar, yang mengungkapkan respons positif dari orang tua terhadap Kurikulum Merdeka. Menurutnya, kehadiran kurikulum ini memberikan kesetaraan bagi anak-anak, membebaskan mereka untuk mengeksplorasi minat dan bakat tanpa tekanan pada prestasi akademis semata.
Menanggapi hal ini, Anindito menjelaskan esensi Merdeka Belajar adalah menciptakan pembelajar sepanjang hayat. Ini berarti memberikan pengalaman belajar yang memungkinkan setiap murid menjadi individu yang mandiri. Dalam konteks ini, perbaikan sistem pendidikan diperlukan untuk mengubah sekolah menjadi tempat yang menghargai anak secara utuh dan menggali potensi mereka.
Diskusi juga mencakup penilaian kinerja guru melalui e-kinerja. Anindito menekankan bahwa perubahan dalam sistem penilaian memberikan kesempatan bagi guru untuk merefleksikan metode pengajaran mereka. Guru dapat mengidentifikasi area perbaikan, mengikuti pelatihan yang sesuai, dan bersama-sama dengan kepala sekolah mengimplementasikan hasilnya di kelas.
Terkait dengan status Kurikulum Merdeka, Anindito menegaskan bahwa itu bukan penggantian kurikulum baru, melainkan ditetapkan sebagai kurikulum nasional. Lebih dari 80% sekolah formal di Indonesia telah menerapkan kurikulum ini, dan sisanya diberi kesempatan untuk berproses selama dua hingga tiga tahun ke depan.
Anindito mengungkapkan hasil asesmen nasional menunjukkan sekolah dengan Kurikulum Merdeka memiliki tingkat literasi dan numerasi yang lebih tinggi daripada yang menggunakan Kurikulum 2013. Dia meminta dukungan komunitas untuk menyampaikan pesan positif ini agar lebih banyak sekolah beralih dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Dalam menghadapi keraguan terhadap Asesmen Nasional, Anindito menjelaskan bahwa metode sampling yang digunakan mencerminkan populasi siswa secara memadai. Dia menekankan bahwa AN adalah alat untuk mendorong seluruh warga sekolah fokus pada hal-hal penting, seperti mencegah perundungan dan memastikan pembelajaran menyenangkan.
Menutup dialog, Anindito menekankan bahwa Merdeka Belajar bukan hanya kebijakan terpisah, melainkan bagian dari pendekatan holistik untuk mencapai tujuan bersama. Menerapkan Kurikulum Merdeka dengan baik, mengikuti pelatihan, dan memantau perkembangan melalui rapor pendidikan adalah langkah-langkah terkait yang saling mendukung. Tujuan utamanya tetap jelas: memberikan pengalaman belajar terbaik bagi generasi mendatang.