Tren Menunda Pernikahan di Kalangan Anak Muda: Alasan dan Dampaknya
Fenomena menunda pernikahan kian meluas di kalangan anak muda, terutama di kota-kota besar. Banyak dari mereka yang berusia 27 hingga 30-an memilih untuk menikmati kehidupan lajang tanpa terburu-buru untuk membentuk rumah tangga.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab utama dari tren menunda pernikahan ini. “Semakin tingginya tingkat pendidikan dan ekonomi, serta tinggal di perkotaan, sangat berpengaruh terhadap peningkatan usia pernikahan,” ujarnya pada Senin (11/3) seperti dilansir oleh Antara.
Berdasarkan laporan kinerja Kedeputian Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN, median usia kawin pertama (MUKP) perempuan pun mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir. Meskipun demikian, realisasi MUKP belum pernah mencapai 100 persen, menunjukkan bahwa target usia menikah sesuai saran BKKBN belum tercapai maksimal.
Selain itu, angka pernikahan juga mengalami penurunan signifikan pada tahun 2023, mencapai rekor terendah dalam satu dekade terakhir. Hal ini berdampak pada bonus demografi, laju pertumbuhan penduduk, dan upaya Indonesia untuk menjadi salah satu negara besar di dunia.
Hasto juga menyatakan bahwa BKKBN akan melakukan pemetaan terkait persentase penurunan usia menikah di setiap wilayah di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mengamati tren pernikahan dan angka kelahiran total (TFR) di masing-masing daerah.
Terkait dengan masalah penurunan median usia pernikahan, BKKBN tidak akan menerapkan kebijakan yang seragam, melainkan akan menyesuaikan dengan kondisi di setiap wilayah. “Kami akan meninjau setiap provinsi secara individual, karena tidak semua wilayah memiliki kondisi yang sama,” jelas Hasto.
Dengan demikian, fenomena menunda pernikahan di kalangan anak muda tidak hanya menjadi perhatian nasional, tetapi juga menjadi sorotan dalam perencanaan kebijakan demografi di Indonesia.