Tarian Nandak Ganjen: Penerus Warisan Budaya Betawi yang Enerjik
Keseruan dan keindahan tarian tradisional Nandak Ganjen semakin memikat penonton dengan lenggak-lenggok yang genit. Tarian ini, yang secara harfiah berarti “menari genit”, menjadi ekspresi fase pertumbuhan anak remaja menuju dewasa yang haus akan kebebasan.
Dalam pertunjukannya, Sanggar Ratna Sari menggambarkan tidak hanya keindahan gerakan, tetapi juga makna mendalam tentang kebanggaan akan akar budaya dan penghormatan terhadap warisan nenek moyang. Tidak hanya sekadar tarian, Nandak Ganjen menjadi simbol dari semangat pelestarian kekayaan budaya Betawi.
Pendiri Sanggar Ratna Sari, Sagung Rai Niagarani, atau yang akrab disapa Bunda Ami, telah berhasil menjadikan tarian tradisional ini sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan seni di Jakarta. Bersama sanggar yang didirikannya pada tahun 1978, Bunda Ami memperkenalkan berbagai tarian Betawi, termasuk Nandak Ganjen, kepada masyarakat luas.
Popularitas tarian Nandak Ganjen mencapai puncaknya pada tahun 1998, di mana Bunda Ami harus mempertunjukkan tarian ini hingga tiga kali sehari. Bahkan, prestasi ini membawa Nandak Ganjen keluar dari pulau Jawa hingga ke mancanegara, berkat usaha keras Ayah Entong dan Bunda Ami dalam memperkenalkan warisan budaya Betawi.
Selain menjadi bagian penting dalam pelestarian budaya Betawi, Sanggar Ratna Sari juga aktif dalam berbagai acara seni dan budaya di wilayah DKI Jakarta. Dukungan dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta menjadi modal utama dalam menjaga keberlanjutan sanggar ini.
Namun demikian, Bunda Ami tidak pernah membatasi eksplorasi para penarinya dalam seni. Meskipun memberikan kebebasan untuk mengeksplorasi tarian modern, Bunda Ami tetap menekankan pentingnya untuk tetap menjaga dan melestarikan warisan budaya Betawi.
Melalui semangat dan komitmen Bunda Ami serta para penari Sanggar Ratna Sari, keindahan budaya Betawi akan terus hidup dan berkembang, menjadi warisan yang tak ternilai bagi generasi masa depan.