Berita Pendidikan

Guru Honorer di Kabupaten Bogor Merasa Tersingkir dari Kenikmatan THR Lebaran

Bagi Aldhi Setiadi, seorang guru honorer di SD Pasir Awi Cigudeg, Kabupaten Bogor, bayangan akan membelanjakan uang Tunjangan Hari Raya (THR) saat Lebaran hanyalah mimpi belaka. Meskipun telah mengabdikan diri sebagai guru honorer selama lebih dari 10 tahun, Aldhi belum pernah merasakan nikmatnya menerima THR.

Dalam pengalamannya, pembahasan tentang THR bagi guru honorer adalah seperti tabu yang tak pernah tersentuh. Aldhi mengungkapkan bahwa selama lebih dari satu dekade berkarier sebagai guru honorer, dia sama sekali tidak pernah menerima THR, bahkan tidak pernah ada patungan dari sesama guru honorer.

“Sudah lebih dari 10 tahun nggak pernah dapat THR. Nggak pernah juga ada patungan antar guru buat kita (guru honorer). Padahal mestinya guru honorer juga dapat THR, kan?,” ungkap Aldhi kepada Media Indonesia pada Rabu (27/3).

Meskipun demikian, Aldhi merasa bahwa kesejahteraan bagi guru honorer masih jauh dari harapan. Namun, upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini dengan membuka peluang bagi guru honorer untuk menjadi ASN PPPK memberikan sedikit harapan.

“Alhamdulillah saya salah satu yang lolos PPPK dari tahun lalu. Tapi SK baru dikasih besok. Kalau baru dikasih SK kan enggak mungkin dapat THR juga. Makanya tahun ini ya kayak tahun-tahun sebelumnya enggak ngarep THR. Semoga tahun depan dapat setelah jadi PPPK,” ujar Aldhi.

Sebagai seorang guru olahraga di SD Negeri Pasir Awi, Aldhi terkadang juga harus menjalankan tugas sebagai seorang operator di sekolahnya. Meskipun memiliki banyak pekerjaan, penghasilan yang diterima oleh Aldhi tidak mencukupi untuk menopang kebutuhan hidupnya.

Pada awalnya, Aldhi hanya mendapatkan Rp1,5 juta setiap 3 bulan. Meskipun penghasilannya perlahan naik, namun belum mencapai ambang batas kesejahteraan.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyoroti fenomena ini sebagai bukti diskriminasi terhadap guru honorer. Dia menekankan bahwa pemerintah seharusnya memberikan hak yang sesuai bagi para guru honorer sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan.

“Ini jelas bukti nyata diskriminasi dan marginalisasi guru honorer. Sumber dananya harus dialokasikan oleh pemerintah, karena gaji dan THR adalah hak. Jika tidak, itu melanggar hak mereka,” tegas Ubaid.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *