Masjid Tuha Ulee Kareng: Saksi Bisu Perkembangan Islam di Aceh
Di tengah pemukiman padat penduduk Desa Ie Masen, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, berdiri kokoh Masjid Tuha Ulee Kareng yang sudah berusia ratusan tahun. Masjid tua ini menjadi saksi bisu perkembangan Islam di Serambi Mekkah tersebut, dan telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh pemerintah melalui Kemendikbudristek.
Diperkirakan berdiri sejak akhir abad ke-19 Masehi, Masjid Tuha Ulee Kareng menghadirkan arsitektur yang khas dengan atap tumpang dan dinding semi permanen yang disokong oleh 16 tiang penyangga kayu berukir kaligrafi. Meski tidak memiliki jendela, sirkulasi udara di dalam masjid dijaga oleh kisi-kisi di sepanjang temboknya.
Atap masjid yang sederhana berbentuk limas bertingkat dua memberikan kesan yang unik, sementara ruang dalamnya cukup luas dengan makam kesultanan dan para ulama, seperti Teuku Meurah Lamgapang dan Habib Kuala Bak U, yang diyakini sebagai pembangun masjid ini.
Menurut pengurus masjid, Teungku Saifuddin, Masjid Tuha Ulee Kareng dibangun pada abad ke-18 setelah kedatangan ulama Habib Abdurrahman bin Habib Husein Al-Mahdali atau Habib Kuala Bak U pada tahun 1826. Kedatangan ulama ini bertujuan untuk memperkuat syiar Islam di wilayah tersebut.
Meskipun telah mengalami renovasi sejumlah bagian, seperti lantai, bangunan tempat wudu, dan atapnya, Masjid Tuha Ulee Kareng tetap mempertahankan ciri khasnya. Tiang penyangga dan ukiran kaligrafi yang masih asli menjadi bukti dari nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.
Masjid Tuha Ulee Kareng tetap menjadi tempat ibadah dan pusat pendidikan Islam yang penting bagi masyarakat Aceh, menandai perjalanan panjang dan berharga Islam di kawasan tersebut.