Berita Kebudayaan

Penundaan Pembahasan RUU Bahasa Daerah: Suara Akademisi dan Tantangan Pelestarian Bahasa

Pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Bahasa Daerah tengah menemui penundaan. Widhyasmaramurti, seorang akademisi sastra Jawa dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, menganggap langkah ini tepat. Menurutnya, proses pembahasan perlu dilakukan secara hati-hati dengan melibatkan berbagai pihak, terutama masyarakat penutur bahasa daerah.

“Penundaan pembahasan ini bukan berarti menghentikan langkah, melainkan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik,” ujarnya.

Widhya menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pembahasan RUU Bahasa Daerah. Menurutnya, pemerintah harus melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari guru bahasa daerah hingga tokoh adat dan ibu rumah tangga sebagai penutur bahasa daerah.

“Saat anak-anak masuk sekolah, kemampuan berbahasa Indonesia sudah menjadi hal yang pasti. Oleh karena itu, penguatan bahasa daerah harus dilakukan di lingkungan keluarga dan masyarakat,” tambahnya.

Dia juga menyoroti pentingnya pelestarian bahasa daerah dalam konteks UU No. 23 tahun 2014. Meskipun beberapa daerah telah aktif dalam menjaga kelestarian bahasa daerah, masih banyak tantangan yang dihadapi, termasuk kendala pendanaan yang terbatas.

“Perlu ada evaluasi dan standar dalam menjalankan program pelestarian bahasa daerah. Proses pendanaan dan pengembangan kapasitas guru serta penutur bahasa daerah harus diperhatikan dengan serius,” tegasnya.

Dengan penundaan pembahasan RUU Bahasa Daerah ini, diharapkan proses pelestarian bahasa daerah dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *